Netizen Menemukan Diduga Senpi Laras Pendek Dalam Mobil Dan  Sejumlah Sajam Di Pos Security

Kampar. Mimbarnegeri.com --|| Konflik Agraria di Desa Sinama Nenek Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar antara kelompok Koperasi Pusako Sinama Nenek (Koposan) dengan Koperasi Nenek Eno Sinama Nenek berujung ricuh. salah satu anggota  Koperasi Nenek Reno Sinama Nenek kena bogem oleh masyarakat mengakibatkan korban luka pada bagian muka, perkelahian dipicu emosi dari kedua belah pihak yang bersengketa, “sengketa ini sudah berlangsung bertahun tahun” pihak Koposan yang diketuai Alfajri selama 5 tahun dijolimi, disinyalir ada ketidak adilan dalam pembagian hasil panen buah sawit. Sementara lahan dan kebun sawit miliki petani sawit Koposan. berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) yang diserahkan Presiden RI ke 7 Joko Widodo. Demikian informasi ini dibagikan netizen Rabu, (05/11/2025). 

Namun meski legalitas yang dimiliki anggota Koposan sah, tapi tidak diperkenankan masuk ke kebun untuk memanen buah sawit dikebun miliknya sendiri, sehingga pada Senin, (03/11/2025) rame rame kelokasi untuk melakukan pemanenan buah sawit. kericuhanpun tak tehindari “kami sudah 5 tahun bersabar, kesabaran ada batasnya”, celoteh salah seorang anggota petani sawit Koposan. pertengkaran diawali “perang mulut”, dilapangan tampak mak-mak, yang nota bene pemilik kebun sawit kelompok Koposan ikut ambil bagian dalam mempertahankan haknya, karena dilarang memanen, perkelahian diantara dua kubu yang bersengketa tak terhindari, salah seorang dari kelompok lawan dari Koposan lari menuju mobil, diduga mengambil Senpi.

Namun, didahului warga, setelah pintu mobil dibuka, warga menemukan diduga Senpi laras pendek, ternyata sebuah pistol jenis soft gun diduga milik Ucok. Yang anggota Perbakin dan juga ditemukan sejumlah Sajam (senjata tajam) jenis parang panjang dipos security. Ucok ketika itu melarikan diri, yang menjadi sasaran warga adalah teman Ucok. babak belur di bogem warga. “korban bukan disandera” seperti pemberitaan salah satu media online “korban sebelum diserahkan ke Polisi dan TNI didaerah tersebut korban dibawah ke klinik terdekat untuk dirawat. Peristiwa Sengketa tersebut dilaporkan kelompok Koposan ke Polri dan TNI namun ditolak “laporan warga tidak diterima”, APH “berita yang dilansir itu berlebihan” tegas salah seorang anggota Koposan.

Mengutip keterangan Datuk Hermanto yang hadir pada saat kejadian insiden mengatakan “Kami sebagai ninik mamak didesa Sinama Nenek merasa perlu meluruskan pemberitaan yang dilansir “media online powernetizen.com”. Senin (03/11/2025) seperti judul berita “Biadab Lebih Parah dari PKI”. Menurut Datuk Hermanto bahwa pemberitaan tesebut terkesan menghilangkan subtansi permasalahan yang sebenarnya dan seperti memutar balikkan fakta, “siapa sebenarnya yang mafia”, Datuk Hermanto balik bertanya.

Lebih lanjut Datuk Hermanto menjelaskan bahwa masyarakat kami yang dianiaya oleh Mafia selama 5 (lima) tahun. bagaimana tidak, lahan masyarakat yang telah memiliki sertifikat syah secara hukum tapi tidak bisa menguasai lahan mereka sendiri. Lahan petani Koposan dikuasai Mafia berkedok Koperasi yang diduga Koperasi Nenek Eno Sinama Nenek. 

Bahwa bagi kami lanjut Datuk Hermanto sebagai masyarakat korban mafia, siapapun yang membantu masyarakat apalagi dari TNI. kami sangat berterima kasih yang sebesar besarnya karena mereka membantu masyarakat untuk mengamankan jalannya pemanenan buah sawit dikebunnya sendiri, petani sudah lama menderita. dan kami minta agar aparat penegak hukum (APH) di daerah Riau ini “jangan tebang pilih” silahkan datang kedesa kami, siapa yang dijalimi, tegas Datuk Hermanto yang di amini Datuk Yarmen salah satu warga yang menerima sertifikat tanah dari Presiden ke 7 Jokowi Dodo. Kelompok Koposan tidak mau disebut sebagai orang yang memulai konflik, sebab petani sawit Koposan  mempertahankan hak yang telah bersetifikat syah dari BPN. “kami panen dilahan kami sendiri, tapi dianggap pengganggu”, ujar Datuk Hermanto.

Ditempat terpisah ketua Koperasi Pusako Sinama Nenek (Koposan) Alfajri yang menaungi masyarakat pemilik lahan yang telah mengantongi sertifikat hak atas tanah, namun sampai saat ini tidak dapat menguasai lahan mereka akibat ulah Mafia. “kami akan terus berjuang agar hak masyarakat atas kepemilikan lahan dapat kembali, agar konflik agraria ini tidak berkepanjangan Koperasi Pusako Sinama Nenek meminta bapak Presiden Prabowo mendengar penderitaan masyarakat yang selama ini dialami masyarakat. ungkap, Alfajri. 

Keterangan yang berhasil dirangkum menyebutkan bahwa kelompok petani sawit yang bergabung di Koposan memiliki luas lahan sehitar 1700 san hektar dengan jumlah 800 anggota dan memiliki sertifikat, dikabarkan bahwa dari hasil panen sawit, pemilik kebun hanya diberi Rp.200.000 hingga Rp.500.000 per bulan, sementara harga sawit dipasaran saat ini, diatas Rp.3000/kg. padahal masing masing warga pemiik sertifikat dengan luas lahan 2 hektar. hanya menerima “200 ribu hingga 500 ribu”, rasa keadilan itu tidak ada, makanya puncak dari kesabaran Koposan. Senin (03/11/2025) warga petani sawit Koposan rame rame melakukan pemanenan, namun dilapangan dihadang oleh pihak Ucok dengan kawan kawan (Dkk). Yang diduga mafia tanah yang sengaja dipasangkan untuk mengawasi kebun sawit milik masyarakat,agar masyarakat kelompok Koposan tidak melakukan pemanenan.

Netizen juga menyebutkan bahwa petani sawit kelompok Koposan ketika melakukan pemanenan selalu diintimidasi oleh Ucok dkk. Ucok dengan soft gun nya itu, kabarnya kerap menakut-nakuti warga petani. Ucok kerap melepaskan tembakan keudara, dan mengusir warga ketika melakukan pemanenan. Padahal soft gun bukan untuk dipamerkan, meskipun tembakan diarahkan keudara.  Berdasarkan ketentuan soft gun untuk kepentingan olah raga digunakan dilokasi olah raga atau pada saat pertandingan tutup netizen. (Koposan/s.purba)  

TERKAIT