Big Bos Ilegal Logging Diduga Dalangi Perusakan HPT Balung Dan Sei.Sarik, Kampar Riau
Kampar – Riau. Mimbarnegeri.com,--|| Aktivitas pembalakan liar atau ilegal logging kembali mencuat di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Balung dan Sei Sarik, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Sejumlah pelaku yang disebut sebagai “bigbos” diduga menjadi dalang perusakan hutan yang kini kondisinya semakin kritis. Berdasarkan investigasi lapangan oleh media dan LSM Gerakan Komunitas Pemberantasan Korupsi Nasional (GKPK-NAS), praktik ini berlangsung secara sistematis dan massif dengan melibatkan jaringan lokal hingga lintas kota.
Dari hasil penelusuran lapangan pada 25 Mei 2025, ditemukan bahwa kawasan hutan yang termasuk dalam HPT XIII Koto Kampar dan Kampar Kiri sudah dalam kondisi porak-poranda. Penebangan liar diduga dilakukan oleh sejumlah pelaku berinisial (I), (T), (L), dan (S) yang disebut berasal dari Balung, Pekanbaru, dan Lipat Kain. Informasi yang dihimpun juga menyebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dan pembiaran oleh pejabat kehutanan setempat.
"Hutan kami sudah habis, kayu besar diangkut setiap hari. Warga hanya dijadikan alat oleh para bigbos,” ujar seorang warga yang menjadi narasumber di lapangan.
Diduga Langgar UU Pemberantasan Perusakan Hutan
Tindakan ini diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, terutama Pasal 83 ayat (1) huruf b yang mengatur pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar bagi pelaku penebangan liar tanpa izin. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP jika terbukti melakukan perusakan terhadap aset negara secara bersama-sama.
"Ini bukan hanya persoalan pelanggaran administratif, tapi sudah masuk kategori pidana lingkungan dan korupsi sumber daya alam,” tegas Ketua DPP LSM GKPK-NAS dalam keterangannya di Pekanbaru.
LSM tersebut juga tengah menyiapkan laporan resmi kepada Kapolri, Jaksa Agung, serta Menteri LHK, karena kuat dugaan praktik ini telah berlangsung bertahun-tahun tanpa penindakan serius dari pihak berwenang.
Dugaan Kebocoran Informasi Razia
Mirisnya, upaya razia dan penertiban yang dilakukan aparat di lapangan disebut seringkali gagal karena pelaku mendapat bocoran informasi lebih awal.
"Setiap kali tim turun, pelaku sudah menghilang, alat berat disembunyikan, dan lokasi dibersihkan. Kami menduga kuat ada jaringan informan dari dalam,” ungkap salah satu sumber dari kalangan aktivis lingkungan.
Desakan Kepada Gubernur dan Kadis Kehutanan
Dalam pernyataannya, LSM GKPK-NAS juga menyoroti kinerja KPH Kampar Kiri dan Kadis Kehutanan Provinsi Riau, yang dinilai melakukan pembiaran terhadap kerusakan yang terjadi. Mereka mendesak agar dilakukan audit kinerja dan pencopotan pejabat yang terlibat.
Seorang netizen di Pekanbaru merasa miris dengan sikap perilaku para perambah hutan ini, pasalnya mereka tidak mengindahkan ‘jeritan’ yang hutannya sebagai fungsi penyangga alam terus dirusah, padahal nilai kayunya hanya sepuluh % dari nilai hutan secara keseluruhan.
Sebenarnya perlu ketegasan pemerrintah dalam mencegah dampak Lingkungan dan Sosial, sebab aktivitas ilegal logging ini tidak hanya menyebabkan kerugian negara, tapi juga kerusakan ekologis seperti hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya risiko banjir dan longsor, serta konflik sosial di tingkat masyarakat desa.
Disamping itu pemerhati lingkungan pada LSM tersebut menghimbau demi keselamatan lingkungan perlu ada panggilan kepada Penegak Hukum, sebagaimana disampaikan LSM GKPK-NAS disamping terus mendesak Gubernur Riau dan Dinas Kehutanan, juga agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Riau Irjen Hery Herjawan turun langsung menangani kasus ini secara independen dan tanpa pandang bulu. Penertiban sawmill ilegal serta penangkapan bigbos dan oknum pelindung mereka dianggap sebagai langkah penting menyelamatkan hutan Riau yang tersisa.
Benarkah illegal logging sulit diberantas?, pertanyaan ini terus bergulir mendesak seluruh komponen masyarakat untuk turut seta menghentikan langkah perambahan hutan ini, sebab bila dibiarkan terus berlanjut, maka alam tidak lagi bersahabat dengan kita. Jika kita kembali mengingat pembahasan tentang kebijakan kriminal terhadap pembiaran kerusakan lingkungan, maka kebijakan criminal terhadap lingkungan menjadi kebutuhan.
Guru besar hokum pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Barda Nawawi Arif yang mensitir pendapat Sudarto mengemukakan tiga arti penting tetang kebijakan criminal (criminal policy) yaitu; 1). Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hokum berupa pidana; 2).Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hokum, termasuk didalamnya cara kerja dari Pengadilan dan Polisi dan 3). Dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan badan resmi untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Artinya menurut Barda Nawawi kebijakan criminal merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat, dengan demikian masyarakat tidak boleh berdiam diri ketika melihat perbuatan kriminal lingkungan terjadi diwilayahnya.*salman




Tulis Komentar