Bekas Musholla Jadi Gudang, Wartawan Dituding Terima Uang Tutup Mulut
Kampar – Riau, mimbarnegeri.com --|| Sebuah praktik kotor diduga terjadi di balik operasional SPBU 13.284.626 di Desa Lipat Kain Selatan, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Solar subsidi, yang seharusnya menjadi hak rakyat, diduga kuat dijarah secara sistematis oleh oknum dalam SPBU, dengan modus langsir menggunakan mobil cold diesel. Tak tanggung-tanggung, solar itu disinyalir ditimbun setiap hari—bahkan hingga malam—di sebuah bangunan tua bekas musholla yang kini menjelma menjadi gudang ilegal.
Informasi eksklusif dari seorang sumber terpercaya menyebutkan, kegiatan ini telah berlangsung lama dan melibatkan manajer SPBU, Ekar Dinasmi. Meskipun Ekar membantah, sikapnya berubah drastis pasca pemberitaan kasus ini viral. Ia sempat menghubungi media dan mengirim foto musholla kosong, lalu menawarkan ‘kerjasama’ ke Polsek setempat. Bahkan, secara terang-terangan ia menyebut sering “membantu wartawan dan LSM”.
Apa maksud “membantu wartawan”? Apakah bentuk bantuan itu uang tutup mulut?
Pertanyaan ini makin panas ketika muncul kabar adanya uang Rp30 juta yang disebut mengalir ke pihak yang mengatasnamakan wartawan. Hal ini membuat hubungan antar jurnalis yang semula kompak, kini retak oleh kecurigaan dan saling tuding: siapa yang bermain mata dengan pelaku?
Dari penelusuran tim media, terungkap bahwa ada proposal bantuan senilai Rp30 juta yang diajukan ke SPBU, namun ditolak. Tawar-menawar terjadi, hingga disepakati Rp8 juta. Apakah ini ‘uang pelicin’? Jika benar, ini adalah pengkhianatan terhadap profesi dan kepercayaan publik.
Pelanggaran terang-terangan ini mencoreng aturan negara. Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 secara tegas melarang SPBU menjual BBM subsidi menggunakan jerigen, drum, atau kendaraan dengan tangki modifikasi. Juga dilarang menjual kepada industri. Setiap tetes solar subsidi adalah uang negara—dihimpun dari pajak rakyat untuk keperluan rakyat, bukan dikorupsi oleh mafia BBM.
Ironisnya, saat rakyat antre panjang untuk mendapatkan solar subsidi, sekelompok oknum malah mengeruk keuntungan pribadi, memanfaatkan celah sistem dan lemahnya pengawasan.
Masyarakat kini menunggu aksi nyata dari aparat penegak hukum. Bukan sekadar klarifikasi, tapi tindakan hukum yang tegas dan transparan. Jangan biarkan mafia BBM bermain di kampung-kampung dengan dalih “bantuan ke wartawan” atau “kerjasama dengan lembaga”.
Jika benar bekas musholla telah berubah fungsi menjadi gudang ilegal solar, maka ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga bentuk penghinaan terhadap tempat ibadah.
“Negara jangan kalah dengan mafia BBM. Jangan biarkan aparat hanya menjadi penonton,” ujar seorang tokoh masyarakat yang geram.
Skandal ini menuntut keberanian semua pihak—termasuk jurnalis—untuk berdiri di garis kebenaran. Rakyat sudah cukup lama menjadi korban. Saatnya mafia BBM dibongkar hingga ke akar!.*salman




Tulis Komentar