573 Hakim Dilaporkan ke Komisi Yudisial, Begini Analisa Kasusnya Abu Sahma Pane
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) mencatat 573 laporan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan 400 tembusan pada periode Januari-Juni 2024. Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah mengatakan, sebagian besar dari laporan tersebut diidentifikasi sebagai dugaan pelanggaran teknis ketika hakim bekerja.
Pernyataan ini disampaian Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah saat membuka Sinergitas Komisi Yudisial dengan Media Massa bertajuk Refleksi Penegakan Integritas Hakim untuk Peradilan Bersih di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat (23/8/2024), sebagaimana diterbitkan SINDOnews.com
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Rabu, 28 Desember 2022 - 17:09 WIB oleh Irfan Maulana dengan judul "KY Usulkan Penyadapan Mandiri untuk Mengawasi Kinerja Hakim". Untuk selengkapnya kunjungi:
https://nasional.sindonews.com/read/981487/13/ky-usulkan-penyadapan-mandiri-untuk-mengawasi-kinerja-hakim-1672222364
Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.
- Android: https://sin.do/u/android
- iOS: https://sin.do/u/ios
"Jadi kita analisis ternyata pelanggaran yang dilakukan oleh hakim itu kebanyakan terkait pelanggaran teknis yudisial," ujarnya ketika membuka acara Sinergitas Komisi Yudisial dengan Media Massa bertajuk Refleksi Penegakan Integritas Hakim untuk Peradilan Bersih di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat (23/8/2024).
Ratusan laporan terkait dugaan pelanggaran hakim merupakan tantangan bagi KY untuk menyelesaikannya. Apalagi dia menilai pelanggaran teknis yudisial bisa mendekati pelanggaran etika murni.
Berdasarkan analisa KY, pelanggaran teknis yudisial diidentifikasi sebagai pintu masuk untuk melakukan pelanggaran berikutnya oleh hakim.
"Pelanggaran teknis yudisial dan etika murni itu menyerempet-nyerempet," ucapnya.
Dia telah lama mempelajari perilaku hakim. Hasilnya dia mengkategorikan hakim dalam tiga tipe yaitu tipe A yang berisi hakim putih atau hakim yang memutuskan perkara sesuai fakta persidangan secara benar dan hakim tidak mau menerima uang dari siapa pun yang berperkara.
"Jadi misalnya ada yang menang, hakim putih itu diberi ucapan terima kasih, tidak mau dia," tuturnya.
Kemudian tipe B berisi hakim yang memutus perkara sesuai fakta persidangan tapi menerima imbalan terima kasih dari pihak tertentu. Sedangkan tipe C berisi hakim yang bekerja sesuai pesanan.
"Akan tetapi hakim tipe C ini sudah berkuranglah," katanya. Komisi Yudisial punya keterbatasan untuk menegakkan integritas hakim karena hasil kerjanya hanya bersifat rekomendasi ke Mahkamah Agung (MA). Sedangkan keputusan akhir terhadap hakim yang melanggar peraturan ditegakkan di internal MA.*
sumber : SINDOnews.com
Tulis Komentar