Blak-blakan Prof Denny Indrayana

Optimistis Menang, Tim Prabowo-Sandi: Siapa Curang Tak Bisa Jadi Presiden


Jakarta - Sidang sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah berakhir Jumat pekan lalu. Mahkamah akan memutuskan menerima atau menolak gugatan yang dilayangkan pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga S. Uno paling lambat, Jumat 28 Juni.

Salah satu tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Denny Indrayana optimistis pihaknya dengan menggunakan pendekatan substantif akan memenangkan gugatan. Sebab MK bertugas menegakkan konstitusi bukan penjaga undang-undang.

"Undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi MK bisa menabraknya dan itu sudah berkali-kali dilakukan MK. Tugas MK adalah menjaga kemurnian asas pemilu yang luber, jujur, dan adil," kata Denny yang pernah menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM itu kepada Tim Blak blakan.

Lewat pendekatan substantif, ia melanjutkan, dua saksi ahli yang memaparkan kajian forensik mengungkapkan antara lain jumlah daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah, invalid dan palsu. Menurut Denny, jumlah DPT terus berubah bahkan ketika waktu pencoblosan telah lewat sebulan jumlah DPT masih terus mengalami perbaikan.

"KPU tak bisa menjawab ini, tak bisa menunjukkan formulir C-7, ini lo jumlah para pemilih yang hadir d TPS," katanya.

Sebaliknya, pihak KPU, Bawaslu, dan kubu Jokowi - KH Ma'ruf Amin mempertahankan diri lewat pendekatan prosedural tanpa menyentuh masalah. Pendekatan ini mendapat sokongan dari saksi ahli Prof Edward (Eddi) Omar Sharif Hiariej.

"Itu berarti ahli tidak sependapat dengan ketua MK dong bahwa Mahkamah tak terikat dengan UU, apalagi yang bertentangan dengan Konstitusi," ujar Denny.

Dengan adanya bukti kecurangan tersebut, seorang pasangan calon presiden dan wakil presiden bisa didiskualifikasi. "Siapa pun yang curang tak boleh jadi presiden. Pelaku kecurangan adalah pengkhianat kedaulatan rakyat," kata Denny.

Pada bagian lain, guru besar hukum tata negara Universitas Islam As-Syafi'iyyah ini juga menegaskan bahwa adanya berbagai tekanan kepada para saksi bukan drama yang mereka buat. Sebab sejumlah saksi dari aparat pemerintah maupun instansi terkait dan dari lingkungan BUMN yang memutuskan batal bersaksi karena tak ada jaminan keselamatan terhadap jiwa maupun masa depan karir mereka. "Haris Azhar itu sudah memberikan KTP tapi kemudian batal," ujarnya mencontohkan.
Secara gamblang, dia juga menjelaskan keputusannya hengkang dari UGM yang telah memberinya gelar Profesor. Isu dirinya menjadi pengacara Prabowo - Sandi karena gagal terpilih jadi kuasa hukum KPU. Di sisi lain, dia dicap sebagai musuh politik oleh kubu Jokowi - Ma'ruf dan sebagai penyusup di lingkungan Prabowo - Sandi. Selengkapnya, simak Blak blakan Denny Indrayana, "Optimisme Menghadapi Putusan MK" di detikcom, Senin (24/6/2019).(dtc)
TERKAIT