Tanaman Sawit di Lahan Gambut, Berikut Permasalahan yang Perlu Diketahui Petani

Perkebunan kelapa sawit di lahan gambut--dok/rb

BENGKULU - Lahan gambut di Indonesia ada 18,3 juta hektar. Seluas 1,7 juta hektar menjadi area budidaya tanaman kelapa sawit. Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan di beberapa daerah yang memiliki areal gambut yang luas. Di antaranya Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Pemanfaatan area ini harus melalui pengelolaan yang lestari agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar pada masa mendatang.

Kesuburan asli tanah diperoleh dari pelapukan bahan-bahan di lokasi tersebut. Dominasi pelapukan di tanah gambut oleh bahan-bahan organik sisa dari tanaman yang tumbuh diatasnya. Itupun bukan merupakan sumber kaya mineral hara.

Lahan gambut wilayah tropika mengandung kurang dari 5% bahan mineral. Umumnya gambut pada kondisi perawan mempunyai kandungan P sangat rendah.

Bentuknya sebagian besar organik dan harus mengalami mineralisasi dulu sebelum dapat ditanam kelapa sawit. Pengelolaan lahan gambut secara lestari khususnya untuk budidaya sawit banyak terdapat kendala, salah satunya adalah kesuburan tanah.

Pada uraian kali ini dijelaskan beberapa permasalahan kesuburan tanah di area lahan gambut. Khususnya tanaman kelapa sawit di lahan gambut, berikut aneka permasalahannya yang petani perlu tahu.

-Keasaman

Keasaman tanah gambut bila diukur skala pH menunjukkan reaksi asam. Keasaman tanah gambut berhubungan dengan kehadiran komponen organik, H dan Al dapat ditukar, besi sulfat dan komponen sulfur teroksidasi.
 
Berbeda dengan tanah mineral, kehadiran asam-asam organik sangat menentukan keasaman. Kisaran keasaman bahan organik sangat lebar. Hal ini membenarkan bahwa pengembangan perkebunan sawit di lahan gambut menghadapi kendala antara lain tingginya asam-asam organik.

-Pencucian Hara
Pencucian hara di lahan gambut topogen terjadi sangat intensif. Ada 2 faktor yang sangat berpengaruh, tapak jerap dan pola drainase.

Tapak jerap mengandung muatan negatif yang mempengaruhi kapasitas tukar kation. Tapak jerapan dan pertukaran ion berasosiasi dengan koloid hidrofilik gambut dinamakan asam humat dan hemiselulosa.

Maka dari itu, pengaturan muka air area gambut untuk budidaya tanaman kelapa sawit membutuhkan pengelolaan drainase yang intensif. Namun mengakibatkan banyak kandungan yang terlarut dalam air juga berpindah mengikuti pola drainase. Pola ini secara tidak langsung terjadi pencucian unsur hara.

-Sifat dan Bahan.

Gambut mempunyai material seperti spon dengan ciri koloid yang dapat menahan sejumlah air. Menjadikan areal budidaya kelapa sawit di kawasan gambut perlu dibuat drainase terlebih dahulu, tujuannya mengatur tingginya permukaan air. Drainase berlebihan pun menyebabkan air terserap hilang. Perubahan tidak baik pada struktur koloidal yang berakibat gambut kehilangan sebagian besar daya retensi air.

Pada area lahan gambut kering justru menjadi hidrofobik dan sulit untuk dibasahi kembali. Akibatnya rentan terjadi kebakaran.  Kehilangan air dan perubahan struktur koloid juga menyebabkan pengerutan tidak baik pada lahan gambut.

Sementara dominasi sumber unsur hara berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik. Ketiadaan bahan mineral yang menjadi penyumbang unsur hara justru menyebabkan kesuburan asli di area gambut sangat rendah.

-Kesuburan Asli

Kesuburan asli tanah diperoleh dari pelapukan bahan-bahan di lokasi tersebut. Dominasi pelapukan di tanah gambut oleh bahan-bahan organik sisa dari tanaman yang tumbuh diatasnya. Itupun bukan merupakan sumber kaya mineral hara.

Lahan gambut wilayah tropika mengandung kurang dari 5% bahan mineral.
Umumnya gambut pada kondisi perawan mempunyai kandungan P sangat rendah. Bentuknya sebagian besar organik dan harus mengalami mineralisasi dulu sebelum dapat ditanam kelapa sawit.*

sumber : RAKYATBENGKULU.COM

TERKAIT