Kebun Sawit di Lahan Gambut Sukses di Riau

Foto : Anggota Koperasi Beringin Jaya Kampung Kotoringin, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak saat bertemu dengan sejumlah NGO asing

PEKANBARU – Ternyata tak ada yang tak mungkin, Kelapa sawit yang disebut-sebut sebagai tanaman budidaya yang tak akan tumbuh subur di lahan gambut ternyata terbantahkan, hal ini terlihat pada pembangunan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut di Provinsi Riau, perkebunan kelapa sawit ini mendapatkan perhatian serius dan kunjungan dari sejumlah aktivis asal Amerika Serikat.

Dari keterangan resmi pihak Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) yang sebagaimana dikutip dari InfoSAWIT SUMATERA, Senin 22 Mei 2923 lalu, disebutkan bahwa lokasi perkebunan sawit itu berada di Kampung Kotoringin, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak.

Para petani sawit swadaya pengelolanya tergabung dalam sebuah koperasi bernama Koperasi Beringin Jaya (KBJ). Adapun para bule AS yang berkunjung ke Kampung Kotoringin itu adalah Nancy Lindborg selaku Presiden sekaligus CEO The David and Lucile Packard Foundation.

Dalam kunjungan di hari Sabtu 19 Mei 2023 lalu, Nancy Lindborg didampingi sejumlah koleganya, para aktivis NGO, termasuk dari World Resources Indonesia (WRI), serta H. Narno selaku Ketua Fortasbi.

Badri dan tim dari KBJ saat itu langsung mengajak Nancy Lindborg dan rombongan untuk melihat secara langsung pengelolaan kebun kelapa sawit di atas lahan gambut.

Perlu diketahui, KBJ adalah satu-satunya koperasi pertama milik petani sawit di dunia yang meraih sertifikat RSPO karena mampu mengelola kebun sawit secara baik di lahan gambut tersebut.
Melalui arahan langsung dari Badri, para bule itu melihat langsung lokasi sekat kanal yang berfungsi untuk pengairan di kebun sawit.
Kata Badri, sekat kanal ini dibuat oleh pihak KBJ untuk membasahi lahan yang 90 persen merupakan lahan gambut.

Menurut Badri, lahan gambut perlu dikelola secara khusus. Sebab, kata dia, kalau musim kemarau maka lahan gambut mudah terbakar.
“Sedangkan kalau di musim penghujan, maka biasanya lahan gambut bisa mengalami kebanjiran,” kata Badri kepada Nancy Lindborg para rombongan.

Nah, tak jauh dari lokasi sekat kanal, terdapat patok tinggi muka air kanal (TMAK) yang berfungsi memantau ketinggian air agar tetap terjaga sesuai standar di level 40 – 60 sentimeter.
“Pengelolaan air yang baik memang menjadi kunci penting, dalam menjaga kebun sawit di lahan gambut,” kata Badri kepada para aktovoa asal AS tersebut.

Selesai penjelasan singkat tentang sekat kanal dan TMAK, Badri kemudian mengajak rombongan untuk berjalan sebentar ke kebun sawit yang ada di seberang.

Di sana, Badri dan tim ICS KBJ menunjukkan alat pantau berupa piezometer dan patok subsidensi kepada Nancy Libdborg dan rombongan.
Perlu diketahui, kata Badri, piezometer berfungsi untuk memantau tinggi muka air tanah.
“Ada tim khusus yang diterjunkan per dua minggu sekali untuk memantau piezometer,” kata Badri.

Hingga saat ini, ujar Badri, koperasi memiliki 9 unit patok piezometer yang dipergunakan untuk lahan koperasi seluas 372 hektare.

Selain piezometer, ada juga patok subsidensi atau pemantauan penurunan gambut yang terus dimonitor setiap 6 bulan sekali.

Koperasi yang didampingi WRI Indonesia ini juga terus memastikan untuk tidak hanya merawat sawit yang mereka kelola, melainkan juga ikut menjaga lingkungannya.
“Kami meminimalisir penggunaan pestisida. Tidak ada pestisida, hanya tebas mesin atau manual,” ujar Badri.

Ia juga menjelaskan sejak awal berdiri perkebunan sawit di atas lahan gambut hingga saat ini, tidak pernah terjadi kebakaran di wilayah kerja koperasi.
Rekan Badri, Sudarmanto juga mengatakan, para petani sawit menyadari pentingnya menjaga lingkungan, karena menjaga lingkungan sama halnya dengan menjaga masa depan.

Selaku Badan Pengawas dan ICS KBJ, Sudarmanto ikut menyadari pentingnya menjaga lingkungan karena hal itu sama dengan menjaga masa depan.
 “Kami sadar bahwa menjaga lingkungan itu lebih baik untuk kelangsungan hidup kami. Saya sendiri, untuk anak saya, dan mungkin untuk cucu saya nanti yang akan datang yang akan menikmati kebun sawit ini,” kata Sudarmanto.

Rampung berdiskusi sekitar setengah jam di kebun, seluruh peserta rombongan dibawa ke kantor koperasi untuk melihat video pengelolaan gambut.

Tim dari Packard memuji kerja-kerja yang dilakukan pengurus koperasi di lapangan dalam mengelola kebun kelapa sawit.

Hal ini dinilai luar biasa dan menakjubkan, dan berharap kerja koperasi yang inspiratif ini bisa terus disebarkan guna memotivasi kelompok tani lain untuk ikut terlibat dalam aksi yang sama.*

sumber : InfoSAWIT SUMATERA

TERKAIT